Rizki itu Asli Dari Allah (New Update)
oleh Ustadz Yusuf Mansyur
Kalau Allah sudah berkenan memberi, maka DIA bisa memberi darimana saja. Tidak mesti dari tangan kita dan atau dari jalan yang kita usahakan.
Sampe semalam, saya ga bisa nulis. Sms saya kepada web admin saya sertakan di tulisan ke-32 ini. Alhamdulillah, ini ada dorongan dari dalam tubuh dan pikiran saya yang mengatakan bahwa pagi ini saya bisa menulis kembali. Banyak hikmah dari kejadian ini. Bahkan saya sudah berkeinginan meliburkan lagi sampe tanggal 30 November. Bukan apa, agar saya berkesempatan dulu untuk tafakkur sebelum melanjutkan KuliahOnline ini lagi. Tapi alhamdulillah, mudah-mudahan Allah sudah berkenan lagi mengizinkan dan memudahkan saya untuk kembali lagi mengajar.
***
Dalam perjalanan kehidupan ini, Allah memang kerap kita lupakan. Ada banyak orang yang begitu mudah mencari pertolongan kepada orang lain lalu menamakannya ikhtiar. Sementara itu, ada yang tauhidnya kuat sekali. Ada yang karena ilmu, ada yang karena kebiasaan, ada yang karena karakter, ada yang karena lingkungan, dan ada pula yang karena pengalaman. Dia cari dulu Allah dan ia bertahan dengan prinsipnya.
Salah satu kisah yang saya kenal adalah kisah seorang penjual kaca. Kisah ini saya naikkan menjadi film layar lebar. Sebab memang dia menginspirasikan saya sekali tentang “rizki itu di tangan Allah”. Penjual kaca ini bagus sekali tauhidnya. Karena itulah kemudian Allah hidangkan buatnya apa yang ia perlukan, kendati kita sama tahu dari tayangan film itu bahwa ikhtiar lewat tangannya tidak berhasil. Itu semua terjadi sebab ia meyakini rizki itu dari Allah, dan meyakini pertolongan itu hanyalah milik Allah.
Betul saudara-saudaraku semua. Kalau ditanya kepada saudara-saudara semua, rizki di tangan siapa? Mesti jawabannya sama. Semua akan menjawab rizki itu di tangan Allah. Kalau memang jawaban itu adalah jawaban yang benar-benar datangnya dari pengetahuan, iman dan kejujuran, mestinya tidak ada yang berani nyolong, tidak ada yang berani nipu, tidak ada yang berani tidak jujur. Selain tidak berani, juga tidak merasa perlu. Mengapa? Lah, kalau di tangan Allah, kenapa mesti begitu-begitu amat. Kan tinggal mendekatkan diri kepada Allah saja, maka lalu terbukalah rizki itu. Kenyataannya? Sebagian kita “tidak percaya” bahwa rizki itu dari Allah. Sehingga masih mencari lewat jalan-jalan yang bukan Jalan-Nya, dan masih mencari dengan cara-cara yang bukan dengan Cara-Nya.
Sebagian yang menjawab bahwa rizki itu dari Allah, pun kurang meyakinkan bila dilihat dari ibadahnya. Ngakunya, iya. Bahwa semua juga mengaku rizki itu dari Allah. Pertanyaan selanjutnya, kalau memang tahu dan sadar rizki itu dari Allah, mengapa lalu meninggalkan-Nya? Melupakan-Nya? Melalaikan-Nya? Atau minimal, mengapa tidak terlalu mengistimewakan-Nya?
Sederhana saja contohnya.
Azan berkumandang. Tanda Yang Memberi Rizki, memanggil. Apa yang terjadi? Saudara seperti tidak mengenal rizki yang saudara makan dari Allah. Cuek saja. Tidak bergegas. Tidak takut akan tidak dibagi rizki. Denger azan, biasa saja.
Beda sekali bila yang memanggil pimpinan. Begitu dipanggil, detik itu juga meluncur datang ke mejanya, ke ruangannya. Takut sekali kalau ga segera memenuhi panggilannya. Takut begini, takut begitu.
Seseorang yang sudah janjian akan meeting dengan pimpinan, akan takut sekali tidak tepat waktu. Apalagi sampe telat. Masuk bareng dengan pimpinan saja, rasanya sungkan. Kepala divisi kita, kepala bagian kita, sebagian BOD kita, akan menyarankan kepada kita, kalo bisa sudah hadir 15 menit sebelum rapat. Supaya jangan kedahuluan sama yang punya perusahaan. Jangan sampe keduluan sama dirut.
Bagaimana dengan Allah? Katanya rizki itu dari Allah? Katanya yakin bahwa bisa bekerja dan berusaha karena Allah. Bahkan lebih jauh lagi, kita menyadari dan tahu bahwa hidup ini pun sejatinya pemberian Allah. Lengkap dengan segala apa yang menjadi fasilitas hidup ini. Tapi sama Allah, ga ada pengistimewaannya.
Sama Allah sebenernya kita ini udah janjian. Janjian apa? Janjian shalat minimal. Sebagai seorang hamba Allah, seyogyanya kita tahu akan jadwal shalat. Itulah jadwal janjian kita dengan Allah. Bukan malah menghindar. Dan malah harusnya tambah merindukan. Setelah shubuhan, rindu waktu dhuha. Setelah dhuha, rindu waktu zuhur. Setelah zuhur, rindu waktu ashar. Setelah asharan, rindu waktu maghrib. Setelah maghriban, rindu waktu isya. Setelah isya-an, rindu waktu tahajjud. Setelah tahajjud, tidak kepengen melepas tahajjud kecuali menyertakannya dengan witir, baca al Qur’an, dan beristighar.
Kita rindu DIA. Sebab di waktu-waktu itulah kebersamaan kita. Benar sih, setiap saat Allah bersama kita. Tapi kalau di waktu-waktu prime time kita tidak bisa mengistimewakan-Nya, apa iya kita bisa merasa bisa bersama Allah terus?
Seseorang yang dijanjikan modal, akan melakukan apa saja yang diminta oleh pemodal itu agar permohonannya diluluskan. Sedangkan Allah? Dia sudah memberi tanpa kita minta. Tapi kemudian kita berjalan seakan-akan kita tiada mengenal-Nya. Tinggal bersyukur doangan ternyata kita tidak mampu. Astaghfirullaahal ‘adziem.
***
Di dalam film Kun Fayakuun, saya bertutur tentang manisnya hidup bergantung sama Allah. Indah, enteng. Walaupun di perjalannya terasa tidak enteng. Seorang mukmin tahu, bahwa hidupnya, termasuk rizkinya, sudah dijamin sama Allah. Bahkan Allah sangat-sangat bersedia untuk memberikan rizki tambahan. Termasuk perlindungan dan penjagaan tambahan. Seorang mukmin juga tahu bahwa segala kehendak adalah kehendak-Nya, segala jalan adalah jalan-Nya. Segala upaya berdiri di atas qudrah dan iradah-Nya. Dan bahwa hidup ini sudah diatur oleh Allah ‘azza wajalla.
Satu hari, keluarga ini kehabisan makanan, kecuali makanan yang tinggal malam itu saja. Itupun tidak cukup bila suami istri penjual kaca ini turut makan. Makanan terakhir di malam itu hanya cukup untuk dua anaknya saja; sebut saja si kaka dan si dede. Tapi, buat keluarga miskin model beliau berdua, sudah bisa menyaksikan dua anaknya makan saja, sudah senang minta ampun.
“Nak, kita puasa ya besok”, pinta si ibu. Puasa bukan saja karena sunnah Rasul. Tapi puasa sebab ga ada makanan.
Lihatlah diri kita. Kita bahkan tidak bisa mengerem nafsu makan. Kita tidak bisa mengerem untuk tidak makan dulu barang sehari. Menghormati pemilik hari Senen dan Kamis. Karena mudahnya kita makan, kita berat sekali puasa bidh, puasa 3 hari di tengah bulan. Kita tidak bisa berpuasa, sebab justru kita ini banyak rizkinya. Masya Allah kan? Kita jadi jauh sama Allah justru sebab rizki-Nya. Astaghfirullaah lagi. Mestinya ya tambah dekat. Puasa, adalah satu jalan kita dekat sama Allah. Kepada yang berpuasa, Allah menjanjikan kedeketan spesial. 12 jam selama puasa, kita dekat terus sama Allah. Sampe-sampe Allah sendiri yang akan membalas khusus amalan puasa ini.
Dua anaknya si tukang kaca, paham. Dan dia berdua mendukung sekali ajakan ibunya. Mereka ridha berpuasa untuk juga meringankan beban dan tanggung jawab ayahnya. Sungguhpun hari esok itu bukan senen dan juga bukan kamis. Besok yang dimaksud itu, hari Sabtu! Hari yang kalau kita berpuasa, mirip seperti orang Yahudi. Sebab mereka itu puasanya hari Sabtu. Tapi sama dengan shalat, memang tidak mengapa sembarang puasa. Asal tidak di hari yang dilarang Allah untuk berpuasa. Shalat juga begitu. Shalat sunnah boleh kapan saja, asal bukan di waktu-waktu yang dilarang Allah untuk shalat. Allah lah yang punya segala rahasia.
Kisah berikutnya, tentu saja lebih baik saudara-saudara semua menyaksikan filmya, he he he. Insya Allah bakal dirilis di web ini, itu film. Tanpa perlu bayar. Sabar ya. Sedang disiapkan. Kemaren sih kata kawan-kawan pengelola web, tanggal 8 Januari sudah siap. Kelak, seluruh audio saya (CD2 ceramah saya), sampe ke DVD (video tausiyah dan sinetron), baik yang sudah dipublish maupun yang belum dipublish, semuanya bisa dinikmati oleh kawan-kawan peserta KuliahOnline. Insya Allah.
Kalau saudara-saudara datang ke Pesantren Daarul Qur’an, di atas gedung al Ikhlas (berlantai 5), dipasang tower internet setinggi 25 meter. Salah satunya untuk keperluan internet di pesantren; Hot Spot/Wifi. Di mushalla kecilnya pesantren, dipasang 4 CCTV untuk keperluan streaming. Pengennya sih kayak Barack Obama, he he he, yang bener-bener menggunakan kekuatan internet untuk pemilihan presiden. Ini, digunakan internet untuk keperluan dakwah. Kedepan hari, insya Allah tausiyah saban jam 7 di pesantren, saban hari, akan bisa dinikmati dari streaming video via web. Tremasuk bila saya kepengen ngumumin satu dua hal ke dunia, tinggal streaming saja. Insya Allah.
Ceritera tentang tukang kaca ini berakhir manis. Allah sediakan bahkan lebih dari yang diminta oleh si tukang kaca. Mintanya hanya 25rb, asal bisa makan saja, tetapi kemudian Allah berikan lebih. Kaca-kaca yang dijualnya, ga ada yang berhasil ia jual. Tapi Allah malah kirimkan langsung uang kiriman-Nya, ke rumahnya, dengan cara-cara-Nya. Maha Besar Allah dengan segala Kehendak-Nya.
Kisah ini saya gantung, supaya saudara-saudara semua asyik nanti menikmati tayangan filmnya, he he he. Sampe ketemu ya di kuliah berikutnya.
Insya Allah besok dan lusanya akan di-upload film Kun Fayakuun dan The Miracle di web ini sebagai Kuliah Tauhid ke-33 & ke-34. Saudara bisa melihatnya dan bahkan mendownloadnya secara gratis.
Yang kepengen DVD nya juga silahkan nanti diklik saja di Belanja Online. Insya Allah ya. Jangan lupa ya saling mendoakan.
Wassalaam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar