Tasamuh Dalam ajaran Islam
Oleh : Maftuhatun Nikmah
Guru Pendidikan Agama Islam SMA 5 Semarang
Berawal dari pertanyaan anak didik saya...bolehkah kita mengikuti ibadah agama lain sebagai bentuk toleransi? membuat saya ingin memberi pengertian pada mereka konsep Islam tentang ”Tasamuh”.
Tasamuh, secara bahasa berarti toleransi. Adapun menurut istilah tasamuh ialah suatu sikap yang menghargai dan menghormati orang lain yang memiliki perbedaan dengan dirinya. Baik suku bangsa, ras, golongan, mahzab, organisasi, agama, dan sebagainya.
Dengan sikap tasamuhlah kita dapat berhubungan dan bergaul dengan orang lain secara rukun dan harmonis, tanpa menghiraukan adanya perbedaan tertentu .
Sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, ajaran Islam akan selalu sesuai dengan perkembangan zaman, sesuai dengan situasi dan kondisi tak terkecuali ajaran tentang tasamuh atau toleransi ini. Hal yang sangat perlu diperhatikan adalah tentang “toleransi beragama”.
Rasulullah SAW telah memberi contoh melalui peristiwa "Piagam Madinah" tahun 622 Masehi, beliau telah meletakkan dasar-dasar bagi keragaman hidup antar ummat agama di antara warga negara yang berlainan agama, serta mengakui eksistensi kaum non muslim dan menghormati peribadatan mereka.
Namun toleransi –dalam ajaran Islam- bukan tak terbatas. Batasan-batasan yang harus diperhatikan seperti bagaimana ketentuan seorang muslim bergaul dengan non Muslim, Muslim, dan Musyrikin. Hal itu dapat disimak pada uraian sebagai berikut :
A. Pergaulan dengan non Muslim
Ketentuan bergaul dengan non Muslim dalam ajaran Islam, diterangkan dalam Q.S. Al Kafirun ayat 1 – 6. Yang perlu digaris bawahi pada ayat tersebut bahwa umat Islam dalam bergaul dengan non Muslim tidak diperbolehkan mencampur adukan urusan keyakinan (aqidah) dan Ibadah, lakum diinukum waliya diin. Selain urusan Aqidah dan Ibadah, umat Islam boleh bekerjasama dengan non Muslim.
B. Dengan sesama Muslim
Adapun ketentuan bergaul dengan sesama umat Islam adalah satu sama lain harus merasa bersaudara dan saling melindungi dalam kebaikan. Apabila diantara umat Islam tidak sepaham dalam hal keagamaan, maka setiap orang Islam harus berprinsip Lii ‘amalii walakum ‘amalukum. Akan tetapi bila kita sudah berupaya menjelaskan alasan kita yang kita yakini dalilnya qoth’i tetap beda faham atau pendapat, maka kita harus saling menghargai perbedaan itu (Q.S. Yunus : 40-41).
C. Dengan orang Musyrik
Ketentuan bergaul dengan orang Musyrik ( mengaku Muslim tapi masih menduakan Allah) maka kita harus berusaha mengajak mereka untuk menjalankan ajaran Islam secara sempurna agar terhindar dari api Neraka (Q.S. Al ‘Ashr : 1-3, At Tahrim : 6). Namun bila kita sudah berupaya maksimal tapi mereka tetap kukuh dengan pendiriannya, maka kita terpaksa harus bersikap dengan mengatakan : faman syaa’a fal yu’min waman syaa’a fal yakfur (barang siapa yang menghendaki beriman maka berimanlah dan barang siapa yang menghendaki kafir maka kafirlah) karena sesungguhnya Allah telah menyediakan Neraka untuk orang yang dhalim (Q.S. Al-Kahfi : 29).
Jadi kita boleh bergaul dengan siapa saja dimuka bumi ini dengan baik, akan tetapi prinsip aqidah harus kita pegangi. Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang diberi kefahaman oleh Allah SWT, amin. Wallahu A’lam bis shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar