Kamis, 14 Juni 2012

MENATA HATI KUATKAN IMAN


Pendidikan Akademik & Moral yang Saling Terintegrasi.
Selama ini, pendidikan selalu disamakan dengan sekolah. Imej yang melekat tersebut, tidak sepenuhnya salah, namun juga tidak sepenuhnya benar. Pendidikan memiliki tujuan untuk membentuk generasi yang lebih muda agar bisa melanjutkan pembangunan masyarakat oleh generasi yang sebelumnya. Artinya pendidikan menyiapkan para generasi penerus agar siap dan memiliki kemampuan untuk mengelola alam semesta dan seisinya. Termasuk diantaranya membangun masyarakat itu sendiri baik dalam skup keluarga, bangsa, Negara bahkan dunia.
Dengan demikian, pendidikan tidak hanya berbicara tentang sekolah saja, tetapi juga rumah bahkan lingkungan sekitar di mana anak-anak muda itu bertumbuh. Sebab apapun yang ia dapatkan dari tempat-tempat tersebut akan menjadi ‘bahan bakunya’ untuk membentuk dirinya. Artinya sekolah hanya sebagian kecil dari tempat pendidikan anak-anak muda dan hanya memiliki peran yang cukup sedikit dibandingkan dengan peran serta lingkungan lain selain sekolah tempat mereka menghabiskan waktu. Merujuk pada pendapat Dobbert dan Winkler (1985) bahwa kedudukan keluarga sangat penting atau rumah. Karena di rumah, anak-anak sebagian besar menghabiskan waktunya dengan berinteraksi dengan mereka. Walaupun saat ini sudah banyak sekali lembaga pendidikan yang bersifat professional untuk mendidik anak, tetap saja peran serta orang tua untuk mengawasi dan membimbing sangatlah penting bagi pertumbuhan anak.
Karena perkembangan anak tidak hanya ditentukan oleh asupan intelektualnya semata, melainkan juga asupan spiritual dan moral. Dengan demikian anak tersebut akan mampu menjadi generasi Rabbani, yakni generasi yang sempurna ilmu dan moralnya.
Jika kita merujuk pada fungsi pendidikan yang termaktub dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3 menyatakan:”Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dalam undang-undang.”
Dalam pasal tersebut, Negara mengharapkan generasi muda bangsanya adalah yang memiliki kecerdasan serta akhlak mulia, agar nantinya dapat membangun bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik.  Dengan demikian ada timbal balik antara pemerintah yang menyelenggarakan pendidikan kepada warganya, dengan warga yang mendapatkan pendidikan harus memiliki kualifikasi kualitas yang sesuai dengan haluan Negara. Dari penjabaran pasal UU tersebut sebenarnya tidak ada perbedaan antara yang diharapkan oleh Negara tentang konsep pendidikan yang bermoral, yakni sama-sama ingin masyarakat memiliki tingkat kecerdasan serta memiliki akhlak mulia.
Sementara remaja, dengan tingkat kelabilan psikis mereka dan kecenderungan memberontak dari semua norma-norma atau nilai yang selama ini diajarkan oleh orang tua maupun lingkungan mereka, menyebabkan mereka lebih mudah terserang frustasi existensial dan menjadikan  mereka mudah terjebak pada kehidupan yang menyesatkan seperti narkoba, pergaulan bebas, dan sebagainya. Tanpa adanya pembimbingan yang memadai, mereka akan cenderung memilih nilai-nilai yang mengenakkan mereka tanpa memikirkan dampaknya pada kehidupan mereka kelak. Padahal mereka merupakan generasi yang nantinya akan meneruskan tampuk kepemimpinan pembangunan masyarakat dan juga penegakkan ajaran islam. jika mereka terus dibiarkan dalam kondisi seperti itu, maka kehancuran masyarakat hanya tinggal menunggu waktu.