SINOPSIS
Menemukan Jodoh yang Indah
Oleh Irwan Kelana
Novel ini menampillkan konflik yang sangat kuat dan dramatis.
Judul : Cinta Suci Zahrana
Penulis : Habiburrahman El Shirazy
Penerbit : Ihwah
Cetakan : I, Mei 2011
Tebal : 284 hlm
Tiba-tiba saja ia me nyadari bahwa usianya sudah 34 tahun. Dan di usia tersebut, seorang wanita karier yang berpendidikan S2 ITB, dosen terkenal, berhasil menyabet berbagai penghargaan di bidang aristektur dari dalam dan luar negeri, sungguh tidak mudah mendapatkan jodoh seorang pria yang betul-betul tulus mencintainya. Pilihan yang tersedia tidak banyak. Pria yang lebih tua dari dia pasti mencari wanita yang lebih muda dan cantik daripada dia. Sedangkan pria yang lebih muda dari dia minder untuk mendekatinya, apalagi melamar dan memperistrinya. Mereka pun akan mencari yang sebaya atau bahkan lebih muda usianya.
Maka, bagi wanita yang bergelar “perawan tua” itu, berburu jodoh yang baik jauh lebih sulit dari sekadar menamatkan pendidikan S1 dan S2 dengan nilai terbaik, ataupun mengejar berbagai penghargaan nasional dan internasional. Apalagi, seba gai anak tunggal, ia harus menghadapi kenyataan bahwa bagi bapak dan ibunya, bukan gelar Master Teknik (MT) dan bermacam-macam penghargaan itu yang membanggakan mereka. Keinginan mereka kini cuma satu: anak perempuan satusatunya itu segera menikah dan memberikan cucu buat mereka. Apalagi usia mereka telah berang kat senja, bandul kehidupan telah mengarah ke barat, dan lubang kubur sudah sema kin dekat. Mereka sangat cemas, kalau-kalau ajal lebih dulu datang, sebelum melihat anaknya naik ke pelaminan.
Perjuangan berliku seorang wanita karier berusia kepala tiga dalam mencari dan menemukan jodoh sejatinya, inilah tema novel terbaru karya Habiburrahman El Shirazy. Sesuai dengan judulnya, Cinta Suci Zahrana, novel yang mengambil setting di Jawa Tengah, Jawa Barat, hingga negeri Cina itu, mengisahkan seorang wanita karier – tepatnya dosen– yang ba ru menyadari pentingnya pernikahan ketika usianya sudah beranjak tua untuk ukuran seorang wanita. Selama ini ia sibuk mengejar mimpinya, menjadi seorang dosen berprestasi, sehingga ia menolak lamaran sejumlah pria yang ingin menyuntingnya.
Kini, ketika kesadaran itu datang, para pria yang ditolaknya itu telah menjadi pengusaha yang sukses dan mempunyai keluarga yang baik, sedangkan ia masih sendiri. Dan, ketika ia memutuskan untuk mencari jodohnya, ada sejumlah pria yang datang kepadanya hendak menjadikannya istri. Namun, mereka bukanlah pria yang baik. Haruskah, dalam keadaan terpepet seperti itu, ia menerima pria mana saja yang melamarnya, yang penting cepat menikah dan persoalan jodoh itu selesai?
Seperti novel-novel Habiburrah man sebelumnya — Ayat Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2 (diterbitkan oleh Penerbit Republika), Dalam Mihrab Cinta (versi novelette diterbitkan oleh Penerbit Republi ka, versi the romance diterbitkan oleh Penerbit Ihwah), dan Bumi Cinta (diterbitkan oleh Penerbit Ihwah), novel Cinta Suci Zahrana (diterbitkan oleh Penerbit Ihwah) juga menampilkan konflik yang sangat kuat dan dramatis. Semua itu tanpa meninggalkan romantisme yang merupakan ciri khas Kang Abikdemikian sastrawan jebolan al-Azhar University Cairo ini biasa dipanggil.
Ia selalu menampilkan setting cerita dan karakter tokoh yang berbeda pada setiap novelnya. Ayat Ayat Cinta (AAC) mengisah kan perjuangan keras seorang pemuda Indonesia kuliah di Mesir guna meraih ilmu dan gelar terbaik dari universitas Islam tertua di dunia. Ketika Cinta Bertasbih (KCB) 1 dan 2 menampilkan perjuangan seorang mahasiswa miskin asal Indonesia yang harus menjadi pembuat dan pedagang tempe di Mesir demi menghidupi ibu dan adik-adiknya di Tanah Air. Dalam Mihrab Cinta (DMC) menyajikan pergolakan dan pergulatan batin seorang pemuda yang asalnya adalah seorang pen copet menjadi seorang Muslim yang baik. Dalam novel Bumi Cinta (BC), Habibur rahman sengaja mencemplungkan tokohnya ke Moskwa (Rusia), negeri penganut seks yang paling bebas di dunia ini, sebagai sebuah ujian keimanan.
Selain setting cerita dan karakterisasi tokoh, salah satu kekuatan karya sastrawan yang digelari novelis Indonesia terbaik itu adalah setting tempat.
Jika AAC mengambil setting utama negeri Mesir dengan segala pesona eksotismenya, KCB 1 dan 2 memadukan setting Mesir dan Indonesia (Jawa Tengah), DMC memakai setting tempatnya berbagai kota di Jawa Tengah, dan BC menampilkan setting Rusia, maka Cinta Suci Zahrana (CSZ) menyajikan pesona heritage negeri Cina. Hal itulah tampaknya yang membuat para penggemar Kang Abik selalu menantikan novel-novel terbarunya. Sebab, selalu ada hal baru yang diangkat oleh novelis yang juga penyair dan dramawan teater itu.
Ada yang mengkritik sastrawan yang kini juga kerap dipang gil ustaz itu, yaitu mengapa selalu ada tokohnya yang dimatikan dalam setiap novelnya? Seakan-akan itu untuk menggampangkan persoalan. Justru sebaliknya. Adanya tokoh yang dimatikan membuat konflik cerita dalam novel-novelnya bertambah kuat, atau memberikan efek dramatis, sehingga pembaca terus dibawa hanyut ingin mengetahui bagaimana penulis memberikan penyelesaian novel tersebut.
Sebagai seorang penulis yang mengusung jargon “menulis untuk dakwah”, Habiburrah man tak pernah lupa menyelipkan pesan-pesan pencerahan dan dakwah dalam setiap novelnya. Ia tak ragu-ragu menyampirkan tagline “Sebuah novel pembangun jiwa” di cover depan novelnovelnya.
Hal itu pun bisa kita baca di novel SCZ ini. Misalnya tentang masjid tertua di Cina. “Saya ingin mengemukakan optimisme bahwa Islam itu ada di manama na, termasuk di negeri Cina,” kata Habib pada road show novel SCZ di Solo belum lama ini.
Seperti semua novelnya yang lain, Habib selalu memberikan ending cerita yang romantis, mengharukan, bahkan penuh kejutan. Kejutan itu pun akan kita dapatkan manakala kita membaca novel SCZ ini sampai selesai.
Penulis : Habiburrahman El Shirazy
Penerbit : Ihwah
Cetakan : I, Mei 2011
Tebal : 284 hlm
Tiba-tiba saja ia me nyadari bahwa usianya sudah 34 tahun. Dan di usia tersebut, seorang wanita karier yang berpendidikan S2 ITB, dosen terkenal, berhasil menyabet berbagai penghargaan di bidang aristektur dari dalam dan luar negeri, sungguh tidak mudah mendapatkan jodoh seorang pria yang betul-betul tulus mencintainya. Pilihan yang tersedia tidak banyak. Pria yang lebih tua dari dia pasti mencari wanita yang lebih muda dan cantik daripada dia. Sedangkan pria yang lebih muda dari dia minder untuk mendekatinya, apalagi melamar dan memperistrinya. Mereka pun akan mencari yang sebaya atau bahkan lebih muda usianya.
Maka, bagi wanita yang bergelar “perawan tua” itu, berburu jodoh yang baik jauh lebih sulit dari sekadar menamatkan pendidikan S1 dan S2 dengan nilai terbaik, ataupun mengejar berbagai penghargaan nasional dan internasional. Apalagi, seba gai anak tunggal, ia harus menghadapi kenyataan bahwa bagi bapak dan ibunya, bukan gelar Master Teknik (MT) dan bermacam-macam penghargaan itu yang membanggakan mereka. Keinginan mereka kini cuma satu: anak perempuan satusatunya itu segera menikah dan memberikan cucu buat mereka. Apalagi usia mereka telah berang kat senja, bandul kehidupan telah mengarah ke barat, dan lubang kubur sudah sema kin dekat. Mereka sangat cemas, kalau-kalau ajal lebih dulu datang, sebelum melihat anaknya naik ke pelaminan.
Perjuangan berliku seorang wanita karier berusia kepala tiga dalam mencari dan menemukan jodoh sejatinya, inilah tema novel terbaru karya Habiburrahman El Shirazy. Sesuai dengan judulnya, Cinta Suci Zahrana, novel yang mengambil setting di Jawa Tengah, Jawa Barat, hingga negeri Cina itu, mengisahkan seorang wanita karier – tepatnya dosen– yang ba ru menyadari pentingnya pernikahan ketika usianya sudah beranjak tua untuk ukuran seorang wanita. Selama ini ia sibuk mengejar mimpinya, menjadi seorang dosen berprestasi, sehingga ia menolak lamaran sejumlah pria yang ingin menyuntingnya.
Kini, ketika kesadaran itu datang, para pria yang ditolaknya itu telah menjadi pengusaha yang sukses dan mempunyai keluarga yang baik, sedangkan ia masih sendiri. Dan, ketika ia memutuskan untuk mencari jodohnya, ada sejumlah pria yang datang kepadanya hendak menjadikannya istri. Namun, mereka bukanlah pria yang baik. Haruskah, dalam keadaan terpepet seperti itu, ia menerima pria mana saja yang melamarnya, yang penting cepat menikah dan persoalan jodoh itu selesai?
Seperti novel-novel Habiburrah man sebelumnya — Ayat Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2 (diterbitkan oleh Penerbit Republika), Dalam Mihrab Cinta (versi novelette diterbitkan oleh Penerbit Republi ka, versi the romance diterbitkan oleh Penerbit Ihwah), dan Bumi Cinta (diterbitkan oleh Penerbit Ihwah), novel Cinta Suci Zahrana (diterbitkan oleh Penerbit Ihwah) juga menampilkan konflik yang sangat kuat dan dramatis. Semua itu tanpa meninggalkan romantisme yang merupakan ciri khas Kang Abikdemikian sastrawan jebolan al-Azhar University Cairo ini biasa dipanggil.
Ia selalu menampilkan setting cerita dan karakter tokoh yang berbeda pada setiap novelnya. Ayat Ayat Cinta (AAC) mengisah kan perjuangan keras seorang pemuda Indonesia kuliah di Mesir guna meraih ilmu dan gelar terbaik dari universitas Islam tertua di dunia. Ketika Cinta Bertasbih (KCB) 1 dan 2 menampilkan perjuangan seorang mahasiswa miskin asal Indonesia yang harus menjadi pembuat dan pedagang tempe di Mesir demi menghidupi ibu dan adik-adiknya di Tanah Air. Dalam Mihrab Cinta (DMC) menyajikan pergolakan dan pergulatan batin seorang pemuda yang asalnya adalah seorang pen copet menjadi seorang Muslim yang baik. Dalam novel Bumi Cinta (BC), Habibur rahman sengaja mencemplungkan tokohnya ke Moskwa (Rusia), negeri penganut seks yang paling bebas di dunia ini, sebagai sebuah ujian keimanan.
Selain setting cerita dan karakterisasi tokoh, salah satu kekuatan karya sastrawan yang digelari novelis Indonesia terbaik itu adalah setting tempat.
Jika AAC mengambil setting utama negeri Mesir dengan segala pesona eksotismenya, KCB 1 dan 2 memadukan setting Mesir dan Indonesia (Jawa Tengah), DMC memakai setting tempatnya berbagai kota di Jawa Tengah, dan BC menampilkan setting Rusia, maka Cinta Suci Zahrana (CSZ) menyajikan pesona heritage negeri Cina. Hal itulah tampaknya yang membuat para penggemar Kang Abik selalu menantikan novel-novel terbarunya. Sebab, selalu ada hal baru yang diangkat oleh novelis yang juga penyair dan dramawan teater itu.
Ada yang mengkritik sastrawan yang kini juga kerap dipang gil ustaz itu, yaitu mengapa selalu ada tokohnya yang dimatikan dalam setiap novelnya? Seakan-akan itu untuk menggampangkan persoalan. Justru sebaliknya. Adanya tokoh yang dimatikan membuat konflik cerita dalam novel-novelnya bertambah kuat, atau memberikan efek dramatis, sehingga pembaca terus dibawa hanyut ingin mengetahui bagaimana penulis memberikan penyelesaian novel tersebut.
Sebagai seorang penulis yang mengusung jargon “menulis untuk dakwah”, Habiburrah man tak pernah lupa menyelipkan pesan-pesan pencerahan dan dakwah dalam setiap novelnya. Ia tak ragu-ragu menyampirkan tagline “Sebuah novel pembangun jiwa” di cover depan novelnovelnya.
Hal itu pun bisa kita baca di novel SCZ ini. Misalnya tentang masjid tertua di Cina. “Saya ingin mengemukakan optimisme bahwa Islam itu ada di manama na, termasuk di negeri Cina,” kata Habib pada road show novel SCZ di Solo belum lama ini.
Seperti semua novelnya yang lain, Habib selalu memberikan ending cerita yang romantis, mengharukan, bahkan penuh kejutan. Kejutan itu pun akan kita dapatkan manakala kita membaca novel SCZ ini sampai selesai.
ed: subroto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar