Suatu hari 12 Juli 1975 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
dari Kumpulan Potret Pembangunan dalam Puisi
WS Rendra membacakan sebuah puisi: Sajak Seonggok Jagung
Puisi yang membandingkan seorang yang belajar dari kehidupan sekolah sepanjang hayat, dan seorang yang menikmati pendidikan formal setingkat Sekolah Lanjutan Atas.
Perbandingan ini kami sajikan bagi anak-anak siswa kelas XII khususnya
dan siswa SMA 5 Semarang umumnya, dan seluruh pelajar Indonesia.
Selengkapnya renungkanlah puisi ini.
SAJAK SEONGGOK JAGUNG
Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda yang kurang sekolahan.
memandang jagung itu, sang pemuda melihat ladang;
ia melihat petani; ia melihat panen;
dan suatu hari subuh,
para wanita dengan gendongan pergi ke pasar
memandang jagung itu, sang pemuda melihat ladang;
ia melihat petani; ia melihat panen;
dan suatu hari subuh,
para wanita dengan gendongan pergi ke pasar
dan ia juga melihat suatu pagi hari di dekat sumur
gadis-gadis bercanda sambil menumbuk jagung menjadi maisena.
sedang di dalam dapur tungku-tungku menyala.
di dalam udara murni tercium kuwe jagung
gadis-gadis bercanda sambil menumbuk jagung menjadi maisena.
sedang di dalam dapur tungku-tungku menyala.
di dalam udara murni tercium kuwe jagung
Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda.
ia siap menggarap jagung,
ia melihat kemungkinan
ia siap menggarap jagung,
ia melihat kemungkinan
otak dan tangan siap bekerja
tetapi ini :
Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda tamat
tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa.
hanya ada seonggok jagung di kamarnya.
ia memandang jagung itu
dan ia melihat dirinya terlunta-lunta .
ia melihat dirinya ditendang dari diskotik.
ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalase.
ia melihat saingannya naik sepeda motor.
ia melihat nomor-nomor lotre.
ia melihat dirinya sendiri miskin dan gagal.
Seonggok jagung di kamar
tidak menyangkut pada akal, tidak akan menolongnya.
seonggok jagung di kamar tak akan menolong seorang pemuda
yang pandangan hidupnya berasal dari buku,
dan tidak dari kehidupan.
yang tidak terlatih dalam metode,
dan hanya penuh hafalan kesimpulan,
yang hanya terlatih sebagai pemakai,
tetapi kurang latihan bebas berkarya.
Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan.
seonggok jagung di kamar tak akan menolong seorang pemuda
yang pandangan hidupnya berasal dari buku,
dan tidak dari kehidupan.
yang tidak terlatih dalam metode,
dan hanya penuh hafalan kesimpulan,
yang hanya terlatih sebagai pemakai,
tetapi kurang latihan bebas berkarya.
Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan.
Aku bertanya :
apakah gunanya pendidikan
apakah gunanya pendidikan
bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
di tengah kenyataan persoalannya ?
di tengah kenyataan persoalannya ?
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya mendorong seseorang
menjadi layang-layang di ibukota kikuk pulang ke daerahnya ?
bila hanya mendorong seseorang
menjadi layang-layang di ibukota kikuk pulang ke daerahnya ?
Apakah gunanya seseorang
belajat filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran,
atau apa saja,
bila pada akhirnya,
ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata :
“ Di sini aku merasa asing dan sepi !”
belajat filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran,
atau apa saja,
bila pada akhirnya,
ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata :
“ Di sini aku merasa asing dan sepi !”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar