Pendidikan Akademik &
Moral yang Saling Terintegrasi.
Selama ini, pendidikan selalu disamakan dengan sekolah. Imej yang
melekat tersebut, tidak sepenuhnya salah, namun juga tidak sepenuhnya benar.
Pendidikan memiliki tujuan untuk membentuk generasi yang lebih muda agar bisa
melanjutkan pembangunan masyarakat oleh generasi yang sebelumnya. Artinya
pendidikan menyiapkan para generasi penerus agar siap dan memiliki kemampuan
untuk mengelola alam semesta dan seisinya. Termasuk diantaranya membangun
masyarakat itu sendiri baik dalam skup keluarga, bangsa, Negara bahkan dunia.
Dengan demikian, pendidikan tidak hanya berbicara tentang sekolah
saja, tetapi juga rumah bahkan lingkungan sekitar di mana anak-anak muda itu
bertumbuh. Sebab apapun yang ia dapatkan dari tempat-tempat tersebut akan
menjadi ‘bahan bakunya’ untuk membentuk dirinya. Artinya sekolah hanya sebagian
kecil dari tempat pendidikan anak-anak muda dan hanya memiliki peran yang cukup
sedikit dibandingkan dengan peran serta lingkungan lain selain sekolah tempat
mereka menghabiskan waktu. Merujuk pada pendapat Dobbert dan Winkler (1985) bahwa
kedudukan keluarga sangat penting atau rumah. Karena di rumah,
anak-anak sebagian besar menghabiskan waktunya dengan berinteraksi dengan
mereka. Walaupun saat
ini sudah banyak sekali lembaga pendidikan yang bersifat professional untuk
mendidik anak, tetap saja peran serta orang tua untuk mengawasi dan membimbing
sangatlah penting bagi pertumbuhan anak.
Karena perkembangan anak tidak hanya ditentukan oleh asupan
intelektualnya semata, melainkan juga asupan spiritual dan moral. Dengan
demikian anak tersebut akan mampu menjadi generasi Rabbani, yakni generasi yang
sempurna ilmu dan moralnya.
Jika kita merujuk pada fungsi pendidikan yang termaktub dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3 menyatakan:”Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dalam
undang-undang.”
Dalam pasal tersebut, Negara mengharapkan generasi muda bangsanya
adalah yang memiliki kecerdasan serta akhlak mulia, agar nantinya dapat membangun bangsa Indonesia
ke arah yang lebih baik. Dengan demikian
ada timbal balik antara pemerintah yang menyelenggarakan pendidikan kepada
warganya, dengan warga yang mendapatkan pendidikan harus memiliki kualifikasi
kualitas yang sesuai dengan haluan Negara. Dari penjabaran pasal UU tersebut
sebenarnya tidak ada perbedaan antara yang diharapkan oleh Negara tentang konsep
pendidikan yang bermoral,
yakni sama-sama ingin masyarakat memiliki tingkat kecerdasan serta memiliki akhlak mulia.
Sementara remaja, dengan tingkat kelabilan psikis mereka dan
kecenderungan memberontak dari semua norma-norma atau nilai yang selama ini
diajarkan oleh orang tua maupun lingkungan mereka, menyebabkan mereka lebih
mudah terserang frustasi existensial dan menjadikan mereka mudah terjebak pada kehidupan yang
menyesatkan seperti narkoba, pergaulan bebas, dan sebagainya. Tanpa adanya
pembimbingan yang memadai, mereka akan cenderung memilih nilai-nilai yang mengenakkan
mereka tanpa memikirkan dampaknya pada kehidupan mereka kelak. Padahal mereka
merupakan generasi yang nantinya akan meneruskan tampuk kepemimpinan
pembangunan masyarakat dan juga penegakkan ajaran islam. jika mereka terus
dibiarkan dalam kondisi seperti itu, maka kehancuran masyarakat hanya tinggal
menunggu waktu.